Jumat, 13 Februari 2009

PERFECT

Diaz sudah hendak memasuki gigi sepeda motornya, ketika tiba-tida Sisy mengajaknya bicara.
“Di”
“Hmm?”
Sisy menundukkan kepala. “Kita…putus aja ya!”
Diaz membelalakkan matanya dan langsung mematikan mesin sepeda motornya.
“Hah?” ia mencoba untuk meyakinkan apa yang didengarnya.
“Kita putus aja” kata Sisy pelan.
Diaz menghela nafas.
“Kalau memang itu maumu” katanya.
“Kamu gak keberatan? Gak Tanya alasannya?”
Diaz senyum. “Kalau kamu pengen putus, ya aku bisa berbuat apa?”
“Berarti kamu memang sudah gak sayang lagi sama aku?” Tanya Sisy. “Berarti benar dugaanku, kalau kamu memang ada hati sama Diah.”
Sisy mulai berjalan menjauhi Diaz.
Sisy dan diaz sudah berpacaran sejak kelas dua SMP, kira-kira hampir lima tahun lalu. Tidak ada yang menyangka mereka berpacaran. Karena sebelumnya mereka saling bermusuhan, sikap mereka bagaikan air dan api. Sisy kalau bicara ceplas-ceplos sedangkan Diaz pendiam. Hobi mereka juga berbeda, Sisy suka baca komik, sedangkan Diaz hoby banget olahraga. Tak heran kalau satu sekolah gempar kalau mereka pacaran.
Jangankan orang lain, Sisy sendiri bingung. Sisy jadi ingat mereka pertama bertemu saat MOS. Saat MOS Sisy sering sekali dihukum ketika dia sedang dihukum, seorang cowok melewati Sisy lalu berkata pelan “Dasar sok!”
Sisy langsung naik darah, “Hai apa maksud kata-katamu itu?” cowok itu laluberkata “Kamu sok.”
“Sok apa maksudmu?” Tanya Sisy.
“Ya ampun, selain sok kamu bego juga!” cowok itu geleng-geleng sambil berjalan
“APAA?” sisy mendelik.
“Kamu ngajak ribut ya?” kata Sisy dengan tegas.
“Aku gak mau ribut” kata cowok itu.
“Pengecut!” ejek sisy.
“Terserah”
Sisy akhirnya mengetahui identitas cowok itu setelah selesai MOS. Diaz Hanafia, peraih nem tertinggi SD sekota Semarang. Sisy sangat membencinya setiap ketemu mereka selalu bertengkar.
Namun, saat kelas dua mereka satu kelas, Sisy tambah benci!
Suatu hari setelah Sisy selesai menyerahkan tugas, karena ia memakai baju yang ketat. Dia berjalan menuju kelasnya untuk mengambil tas.
semua sudah pulang.
Ternyata dugaan Sisy salah, ternyata ada satu anak yang masih duduk yang sedang membaca buku, kemudian ia menutup buku setelah tahu akan kedatangan Sisy.
“Sudah selesai?” tanyanya.
“Apa pedulimu” jawab sisy cetus.
“Apa hukuman yang dikasih belum nyadarin biar gak jadi cewek murahan?”
“Murahan?” dia langsung melihat kea rah Diaz.
“Pakai baju kayak gitu apa namanya kalau bukan murahan? Kamu ingin diperhatikan cowok-cowok kan?” kata Diaz.
Sisy diam.
“Apa sih pedulimu?” dia merasa air mata sudah menggenang di matanya. “Aku salah apa sama kamu?” “Tanya lagi. “Apa salahnya aku ingin jadi diriku sendiri” “APA SALAHNYA???!!”
Diaz terdiam ia tidak menyangka Sisy akan jawab itu.
“Kamu gak berhak buat mengomentari pakaianku!” kata Sisy lagi. Sisy langsung mengambil tasnya dan berjalan menjauhi Diaz.
Sejak saat itu Diaz tidak pernah mengomentari Sisy, malah ia berusaha untuk minta maaf pada Sisy.
Suatu minggu yang cerah, biasa sisy keluar rumah untuk membeli komik. Ia kaget di depannya seorang cowok segang berdiri di dekat pagar.
“Diaz!”
“Maaf bikin kamu kaget!”
“Ngapain kamu kesini?” cetus sisy.
“Mau… ketemu kamu,”
“Kenapa gak ketuk pintu aja sih?”
“Yang bener aja, pasti kamu akan ngehindar dari aku”
“Untung sadar diri,” sahut Sisy.
“Aku minta maaf” kata Diaz.
“Aku seharusnya tidak berkata seperti itu ke kamu”
Sisy masih tetap diam.
“Aku baru menyadari kalau aku…….cemburu.”
Sisy pun kaget mendengar kata terakhir yang keluar dari mulut diaz.
“Ini pernyataan nih?” Tanya sisy gak yakin.
“Mungkin” jawab Diaz.
“Sebenarnya.... Aku juga punya perasaan yang sama.”
Diaz menatap sisy tidak percaya.
“Trims,” katanya sambil tersenyum.
“Sama-sama.” Sisy membalas senyuman itu.
Mereka jadian dan tetap langgeng sampai sekarang.
Tapi akhir-akhir ini, sejak diaz kenal Diah, sisy merasa Diaz mulai jauh darinya. Diah adalah teman satu tempat les.
Karena ingin mempererat hubungan pertemanan, Sisy mengenalkan Diaz dengan diah. Tapi, Sisy menemukan keanehan pada diri Diaz, Diaz yang tidak mudah bergaul, sekarang malah mudah bergaul dengan Diah. Perasaan Sisy campur aduk: marah, iri, cemburu. Ia merasa diah lebih cocok dengan Diaz.
Diah lebih serasi dengan diaz, pikirnya.
Diaz mengangkat alis “Ternyata ini penyebabnya?”
“Ya ampun, Si, kamu piker aku suka sama diah?” Tanya Diaz. “Apa yang bikin kamu mikir kaya gitu?” ia mengacak rambut sisy dengansayang. “Dari dulu sampe sekarang aku masih tetap saying sama kamu. Gak ada tempat kosong untuk orang lain”
Sisy masih menunduk tidak berani menatap Diaz.
“Habisnya… kalian kelihatan cocok. Kalian punya tinggi badan yang hampir sama, hobi yang sama”
“Nah makanya aku gak bakal jadian sama dia!”
“Eh?” Sisy bingung.
“Karena kami memiliki kesamaan jadi kami gak bias bersatu, karana namanya pasangan harus melengkapi. Menutupi kekurangan pasangan dengan kelebihan kita. I’m not perfect and you’re not perfect, but we’re perfect together.”
Sisy terharu mendebgar perkataan Diaz.
“Jadi kamu masih mau minta putus?”
Sisy tersenyum menggeleng. “Kecuali kamu yang meminta.”
Diaz tersenyum.
“Di”
“Hmm??”
“Makasih”
“Untuk??”
“Makasih udah mau nerima aku apa adanya”
Diaz tersenyum “Sama-Sama”



-oo0oo-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar